IBU DAN ANAK


5 Imunisasi yang Wajib Untuk Bayi
Inilah 5 jenis imunisasi yang wajib diperoleh bayi sebelum usia setahun. Penyakit-penyakit yang hendak ditangkalnya memiliki angka kesakitan dan kematian yang tinggi, selain bisa menimbulkan kecacatan.




1. IMUNISASI BCG
Ketahanan terhadap penyakit TB (Tuberkulosis) berkaitan dengan keberadaan virus tubercle bacili yang hidup di dalam darah. Itulah mengapa, agar memiliki kekebalan aktif, dimasukkanlah jenis basil tak berbahaya ini ke dalam tubuh, alias vaksinasi BCG (Bacillus Calmette-Guerin).
Seperti diketahui, Indonesia termasuk negara endemis TB (penyakit TB terus-menerus ada sepanjang tahun) dan merupakan salah satu negara dengan penderita TB tertinggi di dunia. TB disebabkan kuman Mycrobacterium tuberculosis, dan mudah sekali menular melalui droplet, yaitu butiran air di udara yang terbawa keluar saat penderita batuk, bernapas ataupun bersin. Gejalanya antara lain: berat badan anak susah bertambah, sulit makan, mudah sakit, batuk berulang, demam dan berkeringat di malam hari, juga diare persisten. Masa inkubasi TB rata-rata berlangsung antara 8-12 minggu.

Untuk mendiagnosis anak terkena TB atau tidak, perlu dilakukan tes rontgen untuk mengetahui adanya vlek, tes Mantoux untuk mendeteksi peningkatan kadar sel darah putih, dan tes darah untuk mengetahui ada-tidak gangguan laju endap darah. Bahkan, dokter pun perlu melakukan wawancara untuk mengetahui, apakah si kecil pernah atau tidak, berkontak dengan penderita TB.
Jika anak positif terkena TB, dokter akan memberikan obat antibiotik khusus TB yang harus diminum dalam jangka panjang, minimal 6 bulan. Lama pengobatan tak bisa diperpendek karena bakteri TB tergolong sulit mati dan sebagian ada yang “tidur”. Karenanya, mencegah lebih baik daripada mengobati. Selain menghindari anak berkontak dengan penderita TB, juga meningkatkan daya tahan tubuhnya yang salah satunya melalui pemberian imunisasi BCG.
* Jumlah Pemberian:
Cukup 1 kali saja, tak perlu diulang (booster). Sebab, vaksin BCG berisi kuman hidup sehingga antibodi yang dihasilkannya tinggi terus. Berbeda dengan vaksin berisi kuman mati, hingga memerlukan pengulangan.
* Usia Pemberian:
Di bawah 2 bulan. Jika baru diberikan setelah usia 2 bulan, disarankan tes Mantoux (tuberkulin) dahulu untuk mengetahui apakah si bayi sudah kemasukan kuman Mycobacterium tuberculosis atau belum. Vaksinasi dilakukan bila hasil tesnya negatif. Jika ada penderita TB yang tinggal serumah atau sering bertandang ke rumah, segera setelah lahir si kecil diimunisasi BCG
* Lokasi Penyuntikan:
Lengan kanan atas, sesuai anjuran WHO. Meski ada juga petugas medis yang melakukan penyuntikan di paha.
* Efek Samping:
Umumnya tidak ada. Namun pada beberapa anak timbul pembengkakan kelenjar getah bening di ketiak atau leher bagian bawah (atau di selangkangan bila penyuntikan dilakukan di paha). Biasanya akan sembuh sendiri.
* Tanda Keberhasilan:
Muncul bisul kecil dan bernanah di daerah bekas suntikan setelah 4-6 minggu. Tidak menimbulkan nyeri dan tak diiringi panas. Bisul akan sembuh sendiri dan meninggalkan luka parut.
Jikapun bisul tak muncul, tak usah cemas. Bisa saja dikarenakan cara penyuntikan yang salah, mengingat cara menyuntikkannya perlu keahlian khusus karena vaksin harus masuk ke dalam kulit. Apalagi bila dilakukan di paha, proses menyuntikkannya lebih sulit karena lapisan lemak di bawah kulit paha umumnya lebih tebal.
Jadi, meski bisul tak muncul, antibodi tetap terbentuk, hanya saja dalam kadar rendah. Imunisasi pun tak perlu diulang, karena di daerah endemis TB, infeksi alamiah akan selalu ada. Dengan kata lain, anak akan mendapat vaksinasi alamiah.
* Indikasi Kontra:
Tak dapat diberikan pada anak yang berpenyakit TB atau menunjukkan Mantoux positif.
2. Imunisasi Hepatitis B
Lebih dari 100 negara memasukkan vaksinasi ini dalam program nasionalnya. Apalagi Indonesia yang termasuk negara endemis tinggi penyakit hepatitis. Jika menyerang anak, penyakit yang disebabkan virus ini sulit disembuhkan. Bila sejak lahir telah terinfeksi virus hepatitis B (VHB), dapat menyebabkan kelainan-kelainan yang dibawanya terus hingga dewasa. Sangat mungkin terjadi sirosis atau pengerutan hati (kerusakan sel hati yang berat). Bahkan yang lebih buruk bisa mengakibatkan kanker hati.
Banyak jalan masuknya VHB ke tubuh si kecil. Yang potensial melalui jalan lahir. Bisa sejak dalam kandungan sudah tertular dari ibu yang mengidap hepatitis B atau saat proses kelahiran. Cara lain melalui kontak dengan darah penderita, semisal transfusi darah.
Bisa juga melalui alat-alat medis yang sebelumnya telah terkontaminasi darah dari penderita hepatitis B, seperti jarum suntik yang tidak steril atau peralatan yang ada di klinik gigi. Bahkan juga lewat sikat gigi atau sisir rambut yang digunakan antaranggota keluarga.
Malangnya, tak ada gejala khas yang tampak secara kasat mata. Bahkan oleh dokter sekalipun. Fungsi hati kadang tak terganggu meski sudah mengalami sirosis.
Tidak cuma itu. Anak juga terlihat sehat, nafsu makannya baik, berat tubuhnya pun naik dengan bagus pula. Penyakitnya baru ketahuan setelah dilakukan pemeriksaan darah. Gejala baru tampak begitu hati si penderita tak mampu lagi mempertahankan metabolisme tubuhnya.
Upaya pencegahan adalah langkah terbaik. Jika ada salah satu anggota keluarga dicurigai kena VHB, biasanya dilakukan screening terhadap anak-anaknya untuk mengetahui apakah membawa virus atau tidak. Pemeriksaan harus dilakukan kendati anak tak menunjukkan gejala sakit apa pun. Selain itu, imunisasi merupakan langkah efektif untuk mencegah masuknya VHB.
* Jumlah Pemberian:
Sebanyak 3 kali, dengan interval 1 bulan antara suntikan pertama dan kedua, kemudian 5 bulan antara suntikan kedua dan ketiga.
* Usia Pemberian:
Sekurang-kurangnya 12 jam setelah lahir. Dengan syarat, kondisi bayi stabil, tak ada gangguan pada paru-paru dan jantung. Dilanjutkan pada usia 1 bulan, dan usia antara 3-6 bulan. Khusus bayi yang lahir dari ibu pengidap VHB, selain imunisasi yang dilakukan kurang dari 12 jam setelah lahir, juga diberikan imunisasi tambahan dengan imunoglobulin antihepatitis B dalam waktu sebelum berusia 24 jam.
* Lokasi Penyuntikan:
Pada anak di lengan dengan cara intramuskuler. Sedangkan pada bayi di paha lewat anterolateral (antero = otot-otot di bagian depan; lateral = otot bagian luar). Penyuntikan di bokong tak dianjurkan karena bisa mengurangi efektivitas vaksin.
* Efek Samping:
Umumnya tak terjadi. Jikapun ada (kasusnya sangat jarang), berupa keluhan nyeri pada bekas suntikan, yang disusul demam ringan dan pembengkakan. Namun reaksi ini akan menghilang dalam waktu dua hari.
* Tanda Keberhasilan:
Tak ada tanda klinis yang dapat dijadikan patokan. Namun dapat dilakukan pengukuran keberhasilan melalui pemeriksaan darah dengan mengecek kadar hepatitis B-nya setelah anak berusia setahun. Bila kadarnya di atas 1000, berarti daya tahannya 8 tahun; di atas 500, tahan 5 tahun; di atas 200, tahan 3 tahun. Tetapi kalau angkanya cuma 100, maka dalam setahun akan hilang. Sementara bila angkanya nol berarti si bayi harus disuntik ulang 3 kali lagi.
* Tingkat Kekebalan:
Cukup tinggi, antara 94-96%. Umumnya, setelah 3 kali suntikan, lebih dari 95% bayi mengalami respons imun yang cukup.
* Indikasi Kontra:
Tak dapat diberikan pada anak yang menderita sakit berat.

3. Imunisasi Polio
Belum ada pengobatan efektif untuk membasmi polio. Penyakit yang dapat menyebabkan kelumpuhan ini, disebabkan virus poliomyelitis yang sangat menular. Penularannya bisa lewat makanan/minuman yang tercemar virus polio.
Bisa juga lewat percikan ludah/air liur penderita polio yang masuk ke mulut orang sehat.
Virus polio berkembang biak dalam tenggorokan dan saluran pencernaan atau usus, lalu masuk ke aliran darah dan akhirnya ke sumsum tulang belakang hingga bisa menyebabkan kelumpuhan otot tangan dan kaki. Bila mengenai otot pernapasan, penderita akan kesulitan bernapas dan bisa meninggal.
Masa inkubasi virus antara 6-10 hari. Setelah demam 2-5 hari, umumnya akan mengalami kelumpuhan mendadak pada salah satu anggota gerak. Namun tak semua orang yang terkena virus polio akan mengalami kelumpuhan, tergantung keganasan virus polio yang menyerang dan daya tahan tubuh si anak. Nah, imunisasi polio akan memberikan kekebalan terhadap serangan virus polio.
* Jumlah Pemberian:
Bisa lebih dari jadwal yang telah ditentukan, mengingat adanya imunisasi polio massal. Namun jumlah yang berlebihan ini tak akan berdampak buruk. Ingat, tak ada istilah overdosis dalam imunisasi!
* Usia Pemberian:
Saat lahir (0 bulan), dan berikutnya di usia 2, 4, 6 bulan. Dilanjutkan pada usia 18 bulan dan 5 tahun. Kecuali saat lahir, pemberian vaksin polio selalu dibarengi dengan vaksin DTP.
* Cara Pemberian:
Bisa lewat suntikan (Inactivated Poliomyelitis Vaccine/IPV), atau lewat mulut (Oral Poliomyelitis Vaccine/OPV). Di tanah air, yang digunakan adalah OPV.
* Efek Samping:
Hampir tak ada. Hanya sebagian kecil saja yang mengalami pusing, diare ringan, dan sakit otot. Kasusnya pun sangat jarang.
* Tingkat Kekebalan:
Dapat mencekal hingga 90%.
* Indikasi Kontra:
Tak dapat diberikan pada anak yang menderita penyakit akut atau demam tinggi (di atas 380C); muntah atau diare; penyakit kanker atau keganasan; HIV/AIDS; sedang menjalani pengobatan steroid dan pengobatan radiasi umum; serta anak dengan mekanisme kekebalan terganggu.


4. Imunisasi DTP
Dengan pemberian imunisasi DTP, diharapkan penyakit difteri, tetanus, dan pertusis, menyingkir jauh dari tubuh si kecil. Kekebalan segera muncul seusai diimunisasi.
* Usia & Jumlah Pemberian:
Sebanyak 5 kali; 3 kali di usia bayi (2, 4, 6 bulan), 1 kali di usia 18 bulan, dan 1 kali di usia 5 tahun. Selanjutnya di usia 12 tahun, diberikan imunisasi TT
* Efek Samping:
Umumnya muncul demam yang dapat diatasi dengan obat penurun panas. Jika demamnya tinggi dan tak kunjung reda setelah 2 hari, segera bawa si kecil ke dokter. Namun jika demam tak muncul, bukan berarti imunisasinya gagal, bisa saja karena kualitas vaksinnya jelek, misal.
Untuk anak yang memiliki riwayat kejang demam, imunisasi DTP tetap aman. Kejang demam tak membahayakan, karena si kecil mengalami kejang hanya ketika demam dan tak akan mengalami kejang lagi setelah demamnya hilang. Jikapun orangtua tetap khawatir, si kecil dapat diberikan vaksin DTP asesular yang tak menimbulkan demam. Kalaupun terjadi demam, umumnya sangat ringan, hanya sekadar sumeng.
* Indikasi Kontra:
Tak dapat diberikan kepada mereka yang kejangnya disebabkan suatu penyakit seperti epilepsi, menderita kelainan saraf yang betul-betul berat atau habis dirawat karena infeksi otak, dan yang alergi terhadap DTP. Mereka hanya boleh menerima vaksin DT tanpa P karena antigen P inilah yang menyebabkan panas.
Penyakit DTP yang BERBAHAYA
1. Difteri
Penyakit yang disebabkan kuman Corynebacterium diphtheriae ini, gejalanya mirip radang tenggorokan, yaitu batuk, suara serak, dan tenggorokan sakit. Namun, difteri tak disertai panas sebagaimana yang terjadi pada radang tenggorokan. Gejala lain difteri adalah kesulitan bernapas (leher seperti tercekik dan napas berbunyi), sehingga wajah dan tubuh membiru, serta adanya lapisan putih pada lidah dan bibir.
Bakteri penyebab difteri ditularkan saat batuk, bersin, atau kala berbicara. Masa inkubasinya 1-6 hari. Penderita harus mendapatkan perawatan di rumah sakit dalam waktu cukup lama, sekitar 2-3 minggu, dan baru boleh pulang setelah penyakitnya benar-benar hilang 100%. Soalnya, difteri bisa kambuh lagi kalau belum betul-betul sembuh.
2. Tetanus
Disebabkan oleh bakteri Clostridium Tetani, penyakit ini berisiko menyebabkan kematian. Infeksi tetanus bisa terjadi karena luka, sekecil apa pun luka itu. Tetanus rawan menyerang bayi baru lahir, biasanya karena tindakan atau perawatan yang tidak steril.
Gejala-gejala yang tampak antara lain kejang otot rahang, rasa sakit dan kaku di leher, bahu atau punggung. Kejang-kejang secara cepat merambat ke otot perut, lengan atas dan paha. Pengobatan dilakukan dengan pemberian antibiotik untuk mematikan kuman, antikejang untuk merilekskan otot-otot, dan antitetanus untuk menetralisir toksinnya.
3. Pertusis
Disebut juga kinghoest, batuk rejan, atau batuk 100 hari lantaran batuknya memang berlangsung lama, bisa sampai 3 bulan. Penyakit ini mudah sekali menular melalui udara yang mengandung bakteri Bordetella pertussis. Masa inkubasinya 6-20 hari.
Gejala awalnya seperti flu biasa, yaitu demam ringan, batuk, dan pilek, yang berlangsung selama 1-2 minggu. Kemudian, gejala batuknya mulai nyata dan kuat, batuk panjang secara terus-menerus yang berbeda dengan batuk biasa. Tak jarang, karena kuatnya batuk ini, anak bisa sampai menungging-nungging, muntah-muntah, mata merah, berair, dan napasnya susah. Gejalanya sangat berat. Bahkan beberapa penderita bisa mengalami perdarahan. Setelah 2-4 minggu berlalu, batuk mulai berkurang dan kondisi anak mulai pulih.
Penderita akan diberi obat antibiotik untuk mematikan kuman, dan obat untuk mengurangi/menghentikan batuknya. Istirahat yang cukup, banyak minum, dan konsumsi makanan bergizi akan membantu mempercepat kesembuhan.
5. Imunisasi Campak
Sebenarnya, bayi sudah mendapat kekebalan campak dari ibunya. Namun seiring bertambahnya usia, antibodi dari ibunya semakin menurun sehingga butuh antibodi tambahan lewat pemberian vaksin campak. Apalagi penyakit campak mudah menular, dan mereka yang daya tahan tubuhnya lemah gampang sekali terserang penyakit yang disebabkan virus Morbili ini. Untungnya, campak hanya diderita sekali seumur hidup. Jadi, sekali terkena campak, setelah itu biasanya tak akan terkena lagi.
Penularan campak terjadi lewat udara atau butiran halus air ludah (droplet) penderita yang terhirup melalui hidung atau mulut. Pada masa inkubasi yang berlangsung sekitar 10-12 hari, gejalanya sulit dideteksi. Setelah itu barulah muncul gejala flu (batuk, pilek, demam), mata kemerah-merahan dan berair, si kecil pun merasa silau saat melihat cahaya. Kemudian, di sebelah dalam mulut muncul bintik-bintik putih yang akan bertahan 3-4 hari. Beberapa anak juga mengalami diare.
Satu-dua hari kemudian timbul demam tinggi yang turun naik, berkisar 38-40,5°C. Seiring dengan itu, barulah keluar bercak-bercak merah yang merupakan ciri khas penyakit ini. Ukurannya tidak terlalu besar, tapi juga tak terlalu kecil. Awalnya hanya muncul di beberapa bagian tubuh saja seperti kuping, leher, dada, muka, tangan dan kaki. Dalam waktu 1 minggu, bercak-bercak merah ini akan memenuhi seluruh tubuh. Namun bila daya tahan tubuhnya baik, bercak-bercak merah ini hanya di beberapa bagian tubuh saja dan tidak banyak.
Jika bercak merah sudah keluar, umumnya demam akan turun dengan sendirinya. Bercak merah pun akan berubah jadi kehitaman dan bersisik, disebut hiperpigmentasi. Pada akhirnya bercak akan mengelupas atau rontok atau sembuh dengan sendirinya. Umumnya, dibutuhkan waktu hingga 2 minggu sampai anak sembuh benar dari sisa-sisa campak. Dalam kondisi ini, tetaplah meminum obat yang sudah diberikan dokter. Jaga stamina dan konsumsi makanan bergizi. Pengobatannya bersifat simptomatis, yaitu mengobati berdasarkan gejala yang muncul. Hingga saat ini, belum ditemukan obat yang efektif mengatasi virus campak.
Jika tak ditangani dengan baik campak bisa sangat berbahaya. Bisa terjadi komplikasi, terutama pada campak yang berat. Ciri-ciri campak berat, selain bercaknya di sekujur tubuh, gejalanya tidak membaik setelah diobati 1-2 hari. Komplikasi yang terjadi biasanya berupa radang paru-paru (broncho pneumonia) dan radang otak (ensefalitis). Komplikasi inilah yang umumnya paling sering menimbulkan kematian pada anak.
Usia & Jumlah Pemberian:
Sebanyak 2 kali; 1 kali di usia 9 bulan, 1 kali di usia 6 tahun. Dianjurkan, pemberian campak ke-1 sesuai jadwal. Selain karena antibodi dari ibu sudah menurun di usia 9 bulan, penyakit campak umumnya menyerang anak usia balita. Jika sampai 12 bulan belum mendapatkan imunisasi campak, maka pada usia 12 bulan harus diimunisasi MMR (Measles Mumps Rubella).
Efek Samping:
Umumnya tidak ada. Pada beberapa anak, bisa menyebabkan demam dan diare, namun kasusnya sangat kecil. Biasanya demam berlangsung seminggu. Kadang juga terdapat efek kemerahan mirip campak selama 3 hari.


Menghadapi Dilema Ibu yang Bekerja

Kembali bekerja setelah cuti melahirkan memang tak mudah. Bukanlah hal yang aneh jika banyak ibu yang tak bisa mengatasi rasa bersalahnya saat merelakan bayinya diasuh orang lain karena alasan pekerjaan.
Namun jangan sampai rasa bersalah itu menganggu pekerjaan bahkan kondisi psikologisnya. Berikut beberapa hal yang bisa membuat rasa bersalah Anda hilang.
1. Tulis alasan Anda bekerja
Ingatkan kembali kepada diri sendiri tujuan utama Anda bekerja. Tak ada satupun ibu yang memiliki niat bekerja untuk menelantarkan anaknya. Semua ibu bekerja pasti memiliki niat yang baik terutama untuk si buah hati, begitu juga dengan Anda.

2. Hindari orang-orang yang membuat Anda merasa bersalah
Tak sedikit orang-orang yang masih memandang sebelah mata wanita yang bekerja. Tak jarang juga mereka menghakimi para ibu bekerja seperti berbicara "Saya tak rela anak saya diasuh orang lain,", "Kodrat wanita adalah menjaga anaknya di rumah," dan sebagainya. Kalimat menghakimi itu tak akan berakibat baik bagi Anda.
Jika dengan tidak sengaja Anda terpaksa menghadapi komentar seperti di atas, silakan menjelaskan niat baik dan alasan Anda bekerja. Anda tak perlu mempedulikan penilaian mereka mengenai hidup Anda.

3. Mencari orang yang dipercaya untuk mengasuh Anak
Percayakan anak pada orang yang benar-benar Anda percaya, misalnya orang tua atau ibu mertua. Jika memang Anda harus menitipkan anak kepada orang lain, pastikan Anda mengenalnya dengan baik. Hal ini akan membuat perasaan Anda tenang selama bekerja.

4. Manfaatkan hari libur
Berikan perhatian Anda seluruhnya pada buah hati saat Anda telah selesai bekerja atau sedang berlibur. Tinggalkan semua pikiran tentang pekerjaan di kantor, dan fokuslah pada anak ketika berada di rumah.

5. Sadari bahwa setiap pilihan memiliki risiko
Siapa bilang menjadi ibu tidak bekerja tak memiliko risiko. Tak sedikit juga ibu-ibu rumah tangga yang mengeluhkan keadaannya. Jadi jangan rendah diri. Setiap pilihan hidup pasti memiliki kekurangan dan kelebihan.

Menjadi ibu sekaligus wanita karir bukanlah hal yang salah. Yang harus Anda lakukan adalah membagi waktu dan peran yang sesuai. Jika memang Anda merasa pekerjaan sudah menyita waktu dan menjauhkan Anda dari si kecil, tak ada salahnya juga untuk memikirkan ulang keputusan Anda.
 


Tips Puasa Sehat untuk Ibu Menyusui 


Menunaikan puasa pada bulan Ramadan wajib hukumnya untuk Muslim yang telah memenuhi syarat. Tak terkecuali ibu hamil dan ibu menyusui, dengan catatan setelah berkonsultasi dengan dokter. Namun Allah telah memberikan keringanan kepada ibu hamil dan menyusui dengan membolehkan berpuasa di luar Ramadan atau dengan membayar fidyah.
Menyusui adalah fitrah yang dimiliki oleh sebagian besar perempuan. Kemampuan seorang ibu untuk berpuasa pada masa-masa menyusui berkaitan erat dengan kondisi kesehatannya. Kesehatan ini berkaitan erat dengan pola hidup dan pola makan, apalagi pada bulan Ramadan.
Asupan gizi pada ibu menyusui harus memadai untuk mensuplai Laktasi yang dibutuhkan oleh sang bayi.
Perbedaan paling signifikan pada bulan Ramadan adalah waktu makan. Ibu yang biasanya makan pagi, siang, dan malam harus mengubah jam makan pada waktu sahur dan berbuka. Oleh sebab itu, dua waktu makan ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya dengan memaksimalkan asupan gizi pada dua waktu makan tersebut.
Sebenarnya saat berpuasa, ASI yang dihasilkan ibu menyusui tidak akan berubah dan berkurang kualitasnya karena saat berpuasa tubuh akan melakukan mekanisme kompensasi. Produksi ASI akan diambil dari zat gizi, yaitu energi, lemak, protein, vitamin dan mineral dari tubuh sang ibu. Penggantian zat-zat tersebut akan terjadi pada saat berbuka sehingga ibu menyusui akan tetap sehat.
Ibu menyusui harus tetap makan tiga kali sehari, saat sahur, berbuka dan setelah tarawih. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan cadangan ASI dalam tubuh. Makanan dengan komposisi gizi berimbang, karbohidrat (nasi, roti, kentang), protein (ikan, telur, tempe, tahu), vitamin-mineral (sayur dan buah) dan lemak (daging sapi, daging ayam, susu) juga harus menjadi perhatian.
Berikut beberapa tips mempertahankan kualitas dan kuantitas ASI saat puasa Ramadan :

1. Memperbanyak konsumsi cairan
Saat berpuasa cairan berkurang sebanyak 2 sampai 3% dalam tubuh. Tubuh menyesuaikan diri dengan mengurangi keringat dan produksi urine. Berbuka dengan minuman manis dan hangat akan merangsang kelancaran ASI bagi ibu menyusui. Meminum susu dapat menjadi alternatif untuk menambah energi dalam tubuh. Teh manis hangat, jus dan kurma dapat memberikan energi lebih bagi tubuh ibu menyusui.
2. Menyeimbangkan komposisi gizi pada menu makanan
Pada dasarnya tubuh ibu menyusui memerlukan 700 kalori setiap harinya. Pada saat berpuasa 70% dari jumlah kalori yang dibutuhkan ini didapat dari makanan yang dikonsumsi oleh ibu. Sisanya didapat dari cadangan energi yang tersimpan dalam tubuh. Mengonsumsi makanan bergizi pada saat sahur, berbuka dan setelah tarawih harus dipertahankan.
Sebagai alternatif menu, satu porsi opor ayam sekitar 200 gram, mengandung 700 kalori. Santan pada opor memiliki kandungan kalori yang sangat tinggi. Jika dengan kuah, satu porsi opor mengandung 700 kalori, tapi ayamnya hanya mengandung 200 kalori. Satu potong rendang dengan berat 340 gram, mengandung lebih dari 800 kalori. Segelas es buah dengan ukuran 180 ml mengandung 173 kalori
3. Istirahat yang cukup
Pada saat bayi menyusui syaraf di permukaan payudara memberikan rangsangan ke kelenjar otak untuk memproduksi dua hormon yang memicu produksi ASI. Dua hormon ini adalah Prolaktin dan Oksitosin.
Hormon Prolaktin membuat sel-sel dalam payudara untuk memproduksi ASI. Sedangkan hormon Oksitosin menyebabkan otot-otot payudara berkontraksi dan memompa ASI keluar dari puting.
Aktivitas ini memperlihatkan bahwa jumlah ASI akan terus bertambah sepanjang bayi tetap menyusui. Efeknya ibu yang berpuasa akan lemas setelah menyusui. Beristirahat sejenak akan mengembalikan energi pada ibu. Tidak lupa secara psikologis, keyakinan bahwa ASI akan tetap lancar selama berpuasa juga harus tetap dikuatkan. Ini berpengaruh besar pada produksi ASI.


  
Empat Alasan Mengapa Ibu Pekerja Tetap berikan ASI

Air Susu Ibu (ASI) menjadi makanan terbaik bagi bayi, karena itu jangan abaikan hal ini. Pun kepada mereka ibu pekerja, tetap berikan ASI ya.
Dokter spesialis anak, dr. Ariani Dewi Widodo, SpA mengatakan minimal ada empat alasan mengapa seorang  ibu yang bekerja tapi masih memberikan ASi untuk si kecil. pertama, memberikan bayi manfaat fisik dari menyusui ASI, yaitu lebih sedikit penyakit dan mengurangi resiko alergi.
Kedua, Mengurangi rasa bersalah mama karena meninggalkan bayinya sepanjang hari, mereka tahu bahwa mereka telah melakukan sesuatu yang penting bagi bayinya sementara mereka berada jauh dari sang bayi.
Ketiga, mengalami kontak yang dekat. Saat mempersiapkan ASI atau menyusui, mama mempunyai kesempatan untuk mengalami kontak yang dekat dengan bayinya. Terakhir, manfaat emosional. Para ibu yang memutuskan untuk tetap menyusui sekalipun telah kembali bekerja dapat menikmati manfaat emosional dari menyusui dalam waktu yang lebih lama.  agustina
Selain itu, ASI penting memiliki imunoglubin yang berguna meningkatkan daya tahan tubuh pada bayi, juga dapat meningkatkan IQ atawa tingkat kecerdasan anak kelak. Sebaiknya berikan bayi ASI eksklusif selama 6 bulan, jika Anda mampu memberikan hingga 24 bulan, itu jauh lebih baik.
Anda dapat memberikan anak makanan pendamping ASI (MPASI) setelah enam bulan. Pertama kenalkan MPASI yang berupa sayur atau buah satu persatu. Jangan campurkan banyak bahan dalam satu wadah. Makanan yang fresh atau dimasak lebih baik dari pada makanan instan. Karena makan bukan masalah berat badan, tetapi melatih gigi dan mulut, serta belajar mengunyah.



Inilah Cara Memilih Dot yang Aman untuk Bayi

Ada banyak pilihan dot untuk bayi Anda di pasaran. Namun, Anda harus berhati-hati saat memilih dot untuk sang buah hati. Pasalnya, ada dot yang bisa membahayakan kesehatan bayi Anda.
Menurut dokter ahli kanker anak, dr Edy Tahuteru, SpA(K), dot yang paling sehat adalah dot yang terbuat dari bahan yang bukan karsiogenik. Dot dengan bahan lateks, yang biasanya berwarna kuning, kata dia, jika terkena panas bisa bersifat karsiogenik.
“Jika dikonsumsi oleh anak, lama-lama bisa menumpuk jadi kanker saat dia besar nanti,” ujarnya pada Republika, di Jakarta, Jumat (13/1). Padahal, menurutnya, dot itu pasti selalu kena panas.
Lalu apa solusinya?  dr Edy menyarankan Anda untuk memilih dot yang berwarna putih. “Bahannya biasanya dari silikon, yang tak mengurai jika terkena panas,” tuturnya.
Selain dot, plastik yang digunakan untuk minum juga perlu diperhatikan. Plastik yang dijadikan bahan untuk gelas atau alat lain, harus diperhatikan apakah itu aman jika kena panas atau tidak. Misalnya saja plastik untuk kemasan air mineral, itu hanya bisa digunakan sekali pakai saja. “Food grade-nya hanya 1,” ujarnya.
Plastik seperti ini, jika terkena panas, bahan-bahan kimianya akan mengurai, dan akhirnya masuk terkonsumsi oleh kita. “Itu bisa jadi penyebab kanker,” ujarnya.

Gejala kanker karena makanan karsiogenik itu, tak bisa langsung terlihat. Paling tidak jika sejak kecil kita menggunakan bahan yang salah, akibatnya akan menumpuk banyak, dan saat dewasa nanti kanker baru muncul.


Pneumonia Pembunuh Bayi Terganas, Tapi Masih Disepelekan

Pneumonia alias penyakit infeksi atau peradangan pada organ paru-paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur ataupun parasit, masih menjadi penyebab kematian terbesar balita di Indonesia.
Sekitar 156 juta kasus pneumonia baru pertahun terjadi di seluruh dunia dan menjadi penyebab kematian 1,5 juta anak usia di bawah lima tahun (balita) setiap tahun. Sayangnya, penyebab kematian utama pada balita ini termasuk dalam kelompok pembunuh yang terlupakan karena kurangnya edukasi dan tingkat kesadaran yang rendah masyarakat.
Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil penelitian Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI Jakarta dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Tengah, NTB, yang diketuai oleh Prof. DR. Dr. Sri Rezeki Hadinegoro, SpA(K) sebagai peneliti utama di  lima  puskesmas di Kabupaten Lombok Tengah, yaitu Puskesmas Praya, Pringgerata, Ubung, Puyung dan Mantang menemukan,  sekitar 33 persen  dari 1200 anak sehat yang diteliti ditemukan kuman S. pneumonia di nasofaringnya.  
Angka prevalensi ini menurun bila dibandingkan dengan penelitian Soewignyo pada tahun 1997, dimana prevalensinya saat itu adalah 48 persen.
"Hal ini menunjukkan kolonisasi pada anak sehat tidak banyak berubah. Karenanya, meski prevalensinya menurun tetap harus diwaspadai," ujar Prof. DR. Dr. Sri Rezeki Hadinegoro, SpA(K) Ketua Peneliti Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI di Jakarta, Sabtu  (29/9/2012).
Dikatakannya, setelah dilakukan pemeriksaan dengan PCR didapatkan pneumokokus dengan 25 serotipe, dengan persentase 3 serotipe terbanyak adalah 6A/B, 19F, dan 23F. Hal ini berbeda dengan penelitian pada tahun 1997, dimana dari 221 isolat yang positif biakan pneumokokusnya, ditemukan pneumokokus dengan 17 serogrup/serotipe, dan yang terbanyak secara berturut-turut adalah Serogrup 6, 23, dan 15," tambahnya .
Ditambahkan, berdasarkan hasil uji kepekaan pneumokokus terhadap antibiotik, sebagian besar masih sensitif terhadap antibiotik yang biasa digunakan di puskesmas (diatas 94 persen), dengan tingkat resistensi dibawah 2 persen yakni. antibiotik cefadroxil, cefuroxime, amoxicilin, ampicilin, clindamicin, dan penicilin. Uji kepekaan yang paling rendah adalah terhadap antibiotik Kotrimoksazol, yang sensitivitasnya hanya 36 persen  dan  resistensinya 48,6 persen.
"Tingkat resistensi terhadap obat kotrimoksazol meningkat dari 12 persen  menjadi 48,6 persen yang menunjukkantingkat resistensi obat ini terhadap pneumokokus, dan tidak mustahil juga pada kuman-kuman yang lain, semakin meningkat. Karenanya  penggunaan antibiotik ini sebagai pengobatan lini pertama, perlu dievaluasi lagi," tegasnya.
Dari penelitian yang dilakukan Sri Rezeki didapatkan fakta  72 persen dari 1200 anak yang dilakukan pengambilan apusan di nasofaringnya, ternyata merupakan terpapar asal rokok yang dari  perokok anggota keluarganya lainnya.  Paparan  asap rokok ini dapat meningkatkan resiko untuk terjadinya infeksi oleh kuman pneumokokus.
Meski menjadi pembunuh balita nomor satu, pneumonia masih belum banyak diperhatikan. Masyarakat di pedesaan maupun perkotaan banyak yang belum menyadari ancaman serius akibat penyakit ini.
Masyarakat lebih memperhatikan penyakit balita seperti diare, campak, polio bahkan HIV/ AIDS. Padahal sejak awal 1980-an sampai saat ini,di puskesmas- puskesmas pneumonia selalu menjadi penyakit yang paling banyak diderita balita. Karenanya diperlukan edukasi dan penatalaksanaan untuk mneingkatkan kewaspadaan masyarakat.
"Disisi lain perlu kesadaran pentingnya Vaksinasi atau imunisasi sebagai upaya preventif mengantisipasi pneumonia," tuturnya.  
Seperti diketahui, Streptococcus pneumoniae atau yang juga disebut dengan Pneumokokus adalah bakteri yang dapat menyebabkan penyakit yang ringan maupun berat pada manusia.  Penyakit berat yang ditimbulkannya disebut dengan Penyakit Pneumokokal Invasif atau Invasif Pneumococcal Disease (IPD), yaitu Radang Paru Akut, Bakteremia dan Radang Selaput Otak.  Infeksi pneumokokus dapat menyebabkan penyakit yang sering terjadi pada anak khususnya yang berusia kurang dari lima tahun.
Dalam kondisi normal, bakteri ini dapat ditemukan  di daerah belakang hidung (nasofaring) sebagai kuman atau bakteri komensal, yaitu bakteri yang biasa ada di suatu tempat di tubuh manusia tanpa menimbulkan penyakit, dan disebut dengan Karier Nasofaring.
Dalam kondisi tertentu, yang menurunkan daya tahan tubuh anak, seperti infeksi virus yang berulang, kebiasaan terpapar asap rokok, dan lain-lain, kuman ini bisa memasuki aliran darah dan menyebabkan IPD.



Flek Paru Pada Anak


Flek paru biasanya ditandai dengan panas tinggi dan batuk-batuk. Penyakit ini muncul akibat tertular dari orang lain.
Tidak nyaman rasanya, kalau kita terserang batuk yang tak henti. Apalagi bila yang terserang batuk adalah si kecil. Batuk, merupakan indikasi dari berbagai penyakit yang bisa dialami oleh anak. Tetapi bila batuk disertai dengan gejala sesak nafas, bisa jadi ini pertanda ia terkena flek paru.
Istilah Vlek , sebenarnya berasal dari bahasa Belanda yang berarti bercak. Secara medis, istilah ini umum digunakan dokter untuk menunjukkan kelainan yang terlihat pada hasil foto rontgen. Istilah flek paru biasanya digunakan sebagian dokter untuk memperhalus istilah TBC. Menurut literatur, bercak ini sendiri dapat disebabkan oleh berbagai hal, misalnya lendir karena infeksi atau alergi, proses radang seperti pada infeksi akibat TBC atau kuman yang lainnya. 

Hindari Penderita TBC
Menurut Dr. Hinky Hindra Irawan Satari, Sp.A. MTroPaed., flek di paru-paru, yang belakangan ini banyak sekali menimpa bayi dan balita, umumnya karena tertular orang. “Penyebab flek di paru-paru adalah bakteri Mycobacterium tuberculosis . Bakteri ini ditularkan melalui percikan ludah, batuk, bersin, udara pernapasan dari penderita tuberkulosis (TBC) kepada bayi ataupun balita,” jelas dokter anak dari RSUPN Cipto Mangunkusumo ini.
Tuberculosis merupakan bakteri infeksi menular. Ia dapat menyerang anak-anak di bawah usia 2 tahun, orang dewasa, orang-orang dengan sistem imunitas yang sangat rendah dan mereka yang hidup dilingkungan orang-orang yang terinfeksi bakteri ini. Jika anak tertular TBC paru, gejala yang dapat dilihat awam adalah serangan demam yang tak begitu tinggi selama 3 bulan berturut-turut. Namun, demam ini tidak turun meski bayi diberi obat penurun panas.
Anak yang kurus atau berat badannya tidak naik-naik seiring usianya yang bertambah (meski Anda telah memberinya banyak makanan bergizi), juga mesti diwaspadai telah terjangkit. “Diare kronik, meski tak tergolong berat, tetapi berlangsung terus-menerus dan tak dapat diobati dengan obat diare biasa, juga bisa merupakan pertanda bayi terjangkit TBC paru. Segeralah periksa ke dokter,” tutur Hindra.
Dokter biasanya akan melakukan tes Mantoux , rontgen, dan darah untuk mengetahui apakah ada kemungkinan TBC atau tidak. Kemudian dokter juga akan menentukan pengobatannya. Perlu diketahui, meskipun si kecil positif terinfeksi TBC, namun bukan berarti bakteri tersebut sudah berkembang menjadi penyakit TBC atau TB aktif. Hanya sekitar 10% saja, anak-anak yang terinfeksi TBC akan terjangkit penyakit ini.
Menghindari kontak fisik dengan penderita TBC ataupun yang sedang dalam taraf pengobatan, lanjut Hindra, adalah cara yang paling aman agar anak terhindar dari penyakit ini. “Ini karena penularan bakteri TBC paru mudah sekali. Bisa lewat udara. Karena itu bayi memang harus dijauhkan dari orang dewasa yang kita tahu mengidap TBC,” ujarnya lagi, seraya menambahkan pemberian imunisasi BCG juga wajib hukumnya agar bayi memiliki imun (pertahanan) terhadap serangan bakteri ini. 

TBC Terselubung dan Aktif
Bakteri TBC termasuk bakteri yang pertumbuhannya termasuk lamban, dan biasanya bakteri ini hanya menyerang pada area tubuh yang mempunyai banyak pasokan oksigen dan aliran darah, seperti pada paru-paru. Di Amerika, hampir sebanyak 85% penderita TBC, merupakan TBC paru. Secara medis, TBC dibagi dalam dua jenis, yaitu infeksi TBC laten dan TBC aktif.
Infeksi TBC yang bersifat laten, muncul saat bakteri TBC masuk ke dalam tubuh, namun tidak disertai dengan gejala atau tanda-tanda yang mengindikasikan adanya TBC. Saat bakteri masuk ke paru-paru, sistem imunitas tubuh akan melawan adanya infeksi dengan mengisolasi bakteri ke dalam kapsul kecil yang disebut tubercles . Hampir 90% orang yang terinfeksi bakteri TBC, berhasil dilawan oleh imunitas tubuh tanpa sempat memunculkan gejalanya.
Meskipun telah terinfeksi, namun orang tersebut tidak akan mampu menyebarkan bakteri TBC ke orang lain yang ada disekitarnya. Sayangnya, karena bakteri tersebut telah ada di dalam tubuh, ada kemungkinan bakteri tersebut akan berkembang menjadi penyakit TBC aktif. Keberadaan bakteri yang terselubung inipun, hanya bisa diketahui bila kita melakukan tes kulit.
Sedangkan TBC aktif, biasanya akan langsung terlihat dari gejala-gejala yang timbul. Sekitar 10% orang yang terinfeksi bakteri TBC, akan berkembang menjadi pengidap TBC aktif. Mereka juga akan dengan mudah menulari orang-orang dilingkungan sekitarnya, jika tidak mendapatkan perawatan yang baik, pengidap TBC aktif mengalami kerusakan pada paru-paru atau organ lainnya, dan juga bisa membahayakan jiwa. 

Lebih Berat Pada Bayi
Lantaran kondisi tubuh bayi yang masih rentan, akibat kekebalan tubuh alaminya belum sempurna, jika terjangkit TBC risikonya lebih berat dibanding orang dewasa. “Umumnya TB pada orang dewasa akan terlokalisasi hanya di paru-paru, karena tubuh orang dewasa telah memiliki kekebalan penuh. Sedang pada bayi dan anak-anak, penyebaran bakteri tak hanya di paru-paru, tapi juga ke seluruh tubuh melalui aliran darah. “Itulah sebabnya pada bayi dan anak-anak, kita bisa menjumpai kasus TB tulang, TB hati dan limfa, TB selaput otak atau meningitis,” ungkap Hindra.
Dengan alasan itulah, TB paru pada bayi harus segera diobati setelah terdeteksi. Pengobatan biasanya berupa oral (obat yang dimakan) menggunakan obat anti-TB atau obat kombinasi selama 6 bulan, atau 9-12 bulan bagi TBC paru berat yang sudah menjalar ke otak hingga mengakibatkan meningitis.
Agar bayi tak terkena TBC paru, pencegahan memang penting. Yang juga penting adalah memberi bayi zat-zat kekebalan tubuh sejak lahir, seperti zat-zat yang terkandung dalam ASI dan makanan bergizi lainnya. “Tak semua bayi yang menderita TBC akan jatuh sakit. Ini tergantung pada daya tahan tubuhnya juga. Bisa saja bayi terjangkit bakteri TB tetapi basil itu mati atau hanya bersarang di dalam tubuh, tidak aktif dan tidak mengganggu,” demikian Hindra. 

Menangani TBC Pada Anak
Jika anak Anda terinfeksi, namun belum berkembang menjadi pengidap TBC aktif, ia akan diberikan obat antibiotik, seperti isoniazid . Obat ini biasanya harus di minum setiap hari selama 6-9 bulan untuk mencegah berkembangnya bakteri TBC menjadi aktif. Penderita TBC terselubung, kerap harus mengkonsumsi lebih dari satu antibiotik. Umumnya, mereka akan bisa disembuhkan.
Penanganan penderita TBC aktif, juga akan diberikan tiga sampai empat obat yang harus diminum setiap hari selama 6 bulan, atau tergantung pada seberapa serius sakit yang dialami. Selain itu diperlukan juga pemeriksaan lanjutan, untuk melihat berapa besar keberhasilan pengobatan yang diberikan, juga untuk mengetahui efek samping dari obat tersebut, yang kerap menyertai.
Meskipun setelah beberapa minggu mengkonsumsi obat-obatan tersebut, si kecil akan terlihat lebih baik dan gejala-gejala yang timbul perlahan menghilang, namun sangat penting bila obat yang diberikan dokter diminum hingga habis. Karena jika tidak, bakteri akan kembali aktif dan malah berkembang menjadi kebal dengan obat-obatan yang diberikan.
Bila memang anak sudah terinfeksi bakteri TBC, vaksinasi mungkin sudah tidak mampu bekerja menahan bakteri ini. Meski demikian, The Centers for Disease Control and Prevention , Amerika menyarankan vaksinasi diberikan pada kondisi tertentu saja. Misalnya, bila memang dilingkungan rumah ada orang yang telah positif mengidap TBC aktif, dan belum mendapatkan pengobatan yang seharusnya, maka si kecil harus diberi vaksinasi TB. 

Penularan TBC Melalui Udara
TBC merupakan penyakit yang mudah menular melalui udara, namun begitu, biasanya penyakit ini akan menjangkiti lingkungannya, apabila:
  1. Orang-orang yang tinggal di tempat yang kondisinya ramai. Orang yang terlalu sering terinfeksi bakteri TBC, dan tinggal di tempat yang ramai, seperti tempat penitipan anak, rumah sakit, rumah singgah, sekolah, barak militer dan penjara, merupakan tempat yang beresiko bisa menularkan penyakit TBC.
  2. Orang-orang yang tinggal di satu rumah dengan penderita TBC aktif. Keadaan ini akan meningkatkan kemungkinan seseorang tertular bakteri TBC dan sangat besar kemungkinannya untuk berkembang menjadi infeksi.
Komplikasi Akibat TBC
Para penderita TBC aktif, harus segera mendapatkan perawatan. Jika tidak, bakteri TBC aktif akan berkembang dan menyebabkan terjadinya komplikasi serius, seperti:
  1. Kerusakan paru-paru yang bisa membuat paru-paru berlubang dan menderita cavities . Area yang rusak, mungkin juga akan menyebabkan terjadinya pendarahan di paru-paru atau terinfeksi bakteri lainnya dan kemungkinan besar terjadi abscess . Berlubangnya saluran pernafasan di paru-paru. Terblokirnya aliran udara di dalam paru-paru.
  2. Berlubangnya saluran pernafasan di paru-paru.
  3. Terblokirnya aliran udara di dalam paru-paru.


Tandanya Anda Salah Pilih Pengasuh Bayi

Pengasuh bayi adalah salah satu pilihan saat cuti melahirkan telah habis. Tapi hati-hati, salah memilih pengasuh bayi bisa membahayakan anak. Ini ciri-cirinya Anda telah salah pilih.

1. Anak tak menyukainya

Jangan menyepelekan insting anak. Jika dari awal anak Anda tidak merasa nyaman dengan pengasuh tersebut, sebaiknya cari yang lain. Walau di depan Anda si pengasuh terlihat ramah dan lemah lembut, namun jangan lupa lihat perkembangan anak dari hari ke hari. Jika Anak Anda semakin terlihat murung, sebaiknya ganti pengasuhnya.

2. Kebersihan anak tak terjamin
Tak jarang Anda menemukan anak belum mandi saat pulang kantor. Popoknya juga tidak diganti, dan kuku-kuku anak Anda hitam. Jangan sepelekan gejala ini. Kebersihan adalah faktor penunjang utama kesehatan. jangan sampai anak Anda sakit-sakitan karena pengasuhnya  tidak bisa menjaga kebersihannya.

3. Ada banyak bekas luka di tubuh anak
Bekas luka bukanlah pertanda baik. Ini bisa berarti dua hal, pertama, si pengasuh tak perhatian sehingga anak Anda sering mengalami kecelakaan, atau justru si pengasuhlah yang menyakiti anak Anda.

Anak adalah harta Anda yang paling berharga. Jangan sampai harta itu rusak karena Anda menitipkannya pada orang yang salah.



Mengapa Bayi Suka Gigit Jari, Ada Alasannya Lho…!


Rasa gemas dan kadang kesal pasti Anda alami saat melihat si kecil mulai hobi memasukkan semua benda ke dalam mulutnya. Berbagai cara Anda lakukan untuk mengalihkan perhatiannya agar tidak lagi memasukkan benda ke dalam mulutnya.
Tetapi tahukah Anda bahwa ada penyebab tertentu yang membuat si kecil semakin hobi memasukkan benda ke dalam mulut ini? Apa saja, yuk lihat berikut ini:

Komunikasi
Bayi dan balita juga butuh mengekspresikan perasaan dan pikirannya lho, sama seperti orang dewasa. Sayangnya saat itu mereka belum fasih berbicara seperti orang dewasa. Jadi, dengan memasukkan jari ke mulut merupakan satu-satunya cara mereka berkomunikasi, mengekspresikan pendapat dan perasaan mereka.

Cari Perhatian
Bukan hanya orang dewasa saja lho yang ingin selalu diperhatikan, si kecil juga ingin diperhatikan. Caranya, dengan menggigit atau memasukkan benda ke dalam mulut demi mendapatkan perhatian Anda yang mungkin sedang sibuk.

Rasa ingin tahu
Bayi dan balita adalah bibit-bibit cerdas yang penuh rasa ingin tahu. Mereka selalu penasaran terhadap benda yang ada di sekitarnya. Mereka akan berusaha mencari tahu dengan indera yang mereka miliki, mulai dari melihat, merasakan dengan kulitnya, menciumnya, sampai menjilatnya dengan lidah.

Gemas atau Marah
Saat gemas atau marah, ia akan meraih benda terdekat dan memasukkannya ke dalam mulut kemudian menggigitnya. Hal ini wajar dilakukan sebagai wujud yang menunjukkan ia sedang gemas atau marah.



Mengenal Emosi Bayi

Bayi menunjukkan emosi mereka dengan berbagai cara. Kalau merasa tidak nyaman, ia menangis, mengejangkan tubuhnya dan menggerak-gerakkan tangannya sambil menendang-nendangkan kakinya ke sana ke mari. Kalau senang, bayi akan menunjukkannya lewat ekspresi yang berbeda.
Pada bulan pertama, ia akan diam kalau mendengar suara manusia dan kalau diangkat ia tersenyum. Kalau ia diajak bermain dengan menggerak-gerakkan kedua tangannya, ia akan tersenyum, mengeluarkan suara, menggapai dan bergerak mendekati. Semua ini merupakan tanda dan isyarat yang pasti dari emosi bayi.
Kalau memerlukan sesuatu, bayi akan menangis; kalau merasa ingin bergaul mereka tertawa atau tersenyum. Bayi akan merasa kekuatan pribadinya bertumbuh ketika tangisannya mendatangkan pertolongan dan kenyamanan; dan senyuman atau tawa mereka mendatangkan tanggapan yang serupa dari orang lain. Namun, semua ekspresi emosional ini memiliki berbagai makna lain ketika bayi bertumbuh. Pada awalnya tangisan merupakan isyarat ketidaknyamanan fisik, tapi tangisan kelak juga menyatakan ketidaknyamanan psikologis.
Berikut ini gambaran singkat perihal berbagai emosi khas dari bayi.

Menangis
Ada empat jenis tangisan. Yang paling mendasar adalah tangisan karena lapar. Ada lagi tangisan karena marah, karena sakit dan karena frustasi. Tangisan karena lapar sifatnya ritmis. Tangisan karena marah memiliki irama yang bervariasi. Tangisan karena rasa sakit biasanya tiba-tiba dan keras. Sedangkan tangisan karena frustasi diikuti oleh dua atau tiga kali teriakan panjang tanpa menahan napas.
Tangisan bayi mesti ditanggapi dengan hati-hati dan lemah lembut. Bila ini dilakukan para ibu secara konsekuen, bayi akan lebih jarang menangis saat berumur setahun dibandingkan dengan bayi yang tidak cepat ditanggapi orang tuanya.


Tersenyum
Senyuman pertama terjadi tidak lama setelah bayi lahir, yaitu hasil aktivitas sistem saraf pusat. Biasanya senyuman itu terjadi saat bayi tidur. Di minggu kedua, bayi sering tersenyum setelah diberi susu. Saat mengantuk, mereka mungkin menanggapi suara orang yang mengasuhnya. Selanjutnya bayi mulai terlihat suka tersenyum saat ia masih terjaga dan tidak sedang melakukan aktivitas.
Setelah berusia sebulan, senyuman bayi akan lebih sering dan lebih memiliki makna sosial untuk berinteraksi dengan orang lain. Mereka tersenyum kalau kedua tangannya ditepukkan, atau kalau mendengar suara yang mereka kenal. Pada bulan kedua mereka akan lebih tanggap pada orang-orang yang mereka kenal.


Tertawa
Bayi mulai tertawa sekitar usia empat bulan. Sebagian tawa mereka ada kalanya terkait dengan takut, sebab kadang-kadang mereka bereaksi sama terhadap ketakutan dan tertawa. Ketika usia bayi meningkat, mereka mulai tanggap terhadap berbagai suara dan batuk dan mulai senang diajak bermain pada usia tujuh sampai sembilan bulan. Perubahan ini mencerminkan perkembangan kognitif mereka. Tertawa merupakan tanggapan terhadap lingkungan, yang membantu bayi melepaskan ketegangannya dari situasi yang mengesalkan. Tertawa memperlihatkan pentingnya hubungan antara perkembangan kognitif dan perkembangan sosial.



Penyebab Dan Penanganan Diare Pada Bayi

Diare merupakan salah satu penyakit yang sering dialami oleh bayi dan balita terutama usia 12 hingga 24 bulan. Jika bayi atau anak anda tiba-tiba mengalami perubahan dalam buang air besar dari biasanya baik frekuensi/jumlah buang air besar yang menjadi sering dan menjadi cair, maka si kecil kemungkinan besar positif terkena diare.
Penyakit diare tidak bisa dianggap sepele, karena jika berlangsung terus menerus dapat menyebabkan dehidrasi dan berbahaya bagi organ-organ tubuh. Diare bukanlah penyakit yang datang dengan sendirinya. biasanya ada yang menjadi pemicu terjadinya diare.

Berikut ini beberapa penyebab diare, yaitu:
• Infeksi oleh bakteri dan parasit (vibrio cholera, salmonella, giardiasis).
• Serangan virus (rotavirus).
• Alergi terhadap makanan, susu formula maupun keracunan makanan.
• Infeksi oleh bakteri atau virus yang menyertai penyakit lain seperti: campak, infeksi telinga, infeksi tenggorokan, malaria, dll.
• Pemanis buatan.
Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi 4 x atau lebih dalam sehari, yang kadang disertai:
• Muntah
• Badan lesu atau lemah
• Panas
• Tidak nafsu makan
• Darah dan lendir dalam kotoran

Di samping itu ada beberapa gejala yang bisa dijadikan panduan untuk mengetahui apa penyebab diare pada bayi, yaitu:
1. Jika diare yang terjadi disertai dengan muntah, sakit perut, demam, menggigil, perasaan sakit, maka kemungkinan ada masalah pada gastroenteritis (pencernaan). Jika disertai dengan adanya darah dalam kotoran bayi kemungkinan akibat infeksi bakteri.
2. Diare terjadi setelah bayi mengkonsumsi susu formula atau terlalu banyak makanan tertentu, kemungkinan diare diakibatkan oleh masalah makanan atau susu.
3. Diare disertai oleh perut yang kembung, gas dan kotoran yang seperti berminyak, kemungkinan disebabkan oleh adanya infeksi parasit.
4. Diare terjadi setelah bayi mengk onsumsi obat tertentu seperti antibiotik atau obat lainnya, kemungkinan disebabakan oleh efek samping dari obat yang dikonsumsi.
5. Diare yang disertai oleh muntah, keringat berlebih, keletihan, kejang-kejang serta membuat bayi menjadi tidak sadar, kemungkinan disebabkan oleh keracunan sesuatu. Jika bayi sudah tidak sadarkan diri atau mengalami kesulitan bernapas, sebaiknya segera larikan ke rumah sakit.
6. Bayi menjadi rewel setelah menyusui, perut kembung, diare dan kotoran yang ada menimbulkan bau tak sedap, kemungkinan disebabkan oleh laktosa intoleransi atau tidak dapat mentoleransi laktosa yang ada di dalam susu.
7. Jika diare yang muncul disertai dengan muntah, gatal-gatal, hidung tersumbat, bengkak, sesak napas, mengi, kesulitan menelan dan timbulnya ruam pada kulit, kemunginan disebabkan oleh alergi makanan yang dikonsumsi bayi.
8. Diare dengan adanya perasaan kembung atau bergas, muntah, kolik, kotoran yang berdarah, menolak untuk makan, batuk, mengi dan gejala ini timbul sekitar 45 menit setelah mengkonsumsi susu, kemungkinan disebabkan bayi tidak dapat mentoleransi protein yang terkandung di dalam susu.
10. Mengalami diare yang kronis, pertumbuhan yang terganggu, batuk yang disertai dengan rengekan, napasnya mendesah atau mengi, kemungkinan disebabkan penyakit cystic fibros.

Penularan penyakit diare antara lain :
• Makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi, baik yang sudah dicemari oleh serangga atau kontaminasi oleh tangan yang kotor.
• Bermain dengan mainan yang terkontaminasi, apalagi pada bayi sering memasukan tangan/ mainan / apapun kedalam mulut. Karena virus ini dapat bertahan dipermukaan udara sampai beberapa hari.
• Penggunaan sumber air yang sudah tercemar dan tidak memasak air dengan benar.
• Pencucian dan pemakaian botol susu yang tidak bersih.
• Tidak mencuci tangan dengan bersih setelah selesai buang air besar atau membersihkan tinja anak yang terinfeksi, sehingga mengkontaminasi perabotan dan alat-alat yang dipegang.

Pengobatan Diare :
• Langkah yang paling penting dalam mengatasi diare adalah menggantikan cairan dan elektrolit yang hilang.
• Jika bayi tampak sakit berat, cairan biasanya diberikan melalui infus. Jika penyakitnya ringan, bisa diberikan cairan yang mengandung elektrolit melalui botol susu atau gelas.
• ASI tetap diberikan untuk mencegah terjadinya kekurangan gizi dan mempertahankan pembentukan ASI oleh ibu.
• Jika bayi tidak disusui oleh ibunya, sebaiknya segera setelah dehidrasinya teratasi, diberikan susu formula yang tidak mengandung laktosa. Susu formula yang biasa bisa diberikan secara bertahap beberapa hari kemudian.
• Meskipun diare infeksius bisa disebabkan oleh bakteri, tetapi tidak perlu diberikan antibiotik karena infeksi biasanya akan mereda tanpa pengobatan.
• Memberikan obat untuk menghentikan diare sebenarnya bisa membahayakan bayi karena obat ini bisa menghalangi usaha tubuh untuk membuang organisme penyebab infeksi melalui tinja.

Pencegahan Diare :
• Teruskan Pemberian Air Susu Ibu (ASI).
• Perhatikan kebersihan dan gizi yang seimbang untuk pemberian makanan pendamping ASI setelah bayi berusia 6 bulan.
• Karena penularan kontak langsung dari tinja melalui tangan / serangga , maka menjaga kebersihan dengan menjadikan kebiasaan mencuci tangan untuk seluruh anggota keluarga. Cucilah tangan sebelum makan atau menyediakan makanan untuk sikecil.
• Ingat untuk menjaga kebersihan dari makanan atau minuman yang kita makan. Juga kebersihan perabotan makan ataupun alat bermain si kecil.
(Dari beberapa sumber)


Jangan Biasakan Bayi Pakai Dot

Banyak orang tua bekerja yang menyusui anaknya lantas membiasakan bayi mereka menggunakan dot ketika si ibu tidak bisa menyusui langsung. Padahal, penggunaan dot sebenarnya kurang baik bagi si bayi, juga produksi ASI itu sendiri.

Kebiasaan menggunakan dot juga sering disebut dengan istilah bingung puting atau manja botol, demikian menurut dokter Sylvia Haryeny IBCLC, Konselor Laktasi Kemang Medical Care.

"Orang tua mungkin merasa itu cara yang praktis, padahal cukup banyak efeknya bagi produksi ASI dan bayi. Jika minum pakai dot, sedotan si bayi sangat kecil dan sedikit. Kalau langsung ke payudara, maka mulut bayi penuh hingga bulatan hitam di puting sehingga sedotannya juga banyak," jelas dokter Sylvia.

Dengan demikian, tambah dokter Sylvia, bayi pun nyusunya lebih cepat dan isi dalam payudara kosong. Karena ada kalanya payudara itu kosong setelah bayi menyusui.

"Pengosongan payudara memang lebih baik dilakukan oleh bayi langsung, bukan karena diperah. Jadi, payudara kosong dan terisi kembali semua tergantung pada bayi, jadi komandonya memang pada bayi," ungkapnya.

Jika dengan dot, bayi akan lama menghabiskan susunya. Sehingga ketika kembali menyusu pada puting ibunya juga menjadi lama. Kondisi ini tidak bagus untuk perkembangan bayi dan juga produksi ASI dalam payudara.

Mengatasi hal itu, dokter Sylvia menganjurkan agar bayi diberi susu dengan sendok atau cangkir. Karena kedua alat itu bisa langsung memberi asupan susu ke mulut bayi dalam jumlah banyak dan bisa berkali-kali.

1 komentar: